HARKITNAS DAN RASA PRIHATIN TERHADAP DERITA RAKYAT
SRAGEN – Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman, mengisahkan sisi menarik yang melatarbelakangi berdirinya perkumpulan pemuda BOEDI OETOMO 105 tahun lalu sebagai cikal bakal Hari Kebangkitan Nasional.
Saat memimpin upacara Hari Kebangkitan Nasional ke-105, Senin (20/5) di halaman Setda Sragen, Agus bercerita tentang itu. Pada suatu hari, katanya, ada seorang pemuda bernama dokter Wahidin Soediro Husodo datang ke asrama mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen – Sekolah Pendidikan Dokter Hindia) di Jakarta.
Kepada adik-adik tingkatnya, ia menyampaikan pesan yang menggambarkan tentang penderitaan bangsa Indonesia (yang mengalami kebodohan, kemiskinan/kemelaratan) dibawah pemerintahan kolonial Belanda saat itu. Mereka diminta oleh Wahidin, agar kelak tidak hanya menjadi dokter saja, tetapi juga harus memiliki rasa keprihatinan dan peduli kepada semua problem derita bangsanya. Kemudian melakukan rekayasa masa depan, menyiapkan generasi baru, tidak hanya mengikuti arah arus besar yang ada pada saat itu.
Pesan Wahidin itu, dikemudian hari menjadi salah satu faktor yang mendorong, menginspirasi dan mengilhami para mahasiswa STOVIA yang kala itu usianya baru 18 hingga 20 tahunan, bangkit bersama tokoh-tokoh pergerakan lainnya. Mereka mendirikan organisasi BOEDI OETOMO untuk mempersatukan semua kekuatan bangsa, berjuang melawan penjajahan Belanda, sekaligus mengangkat derajat kaum miskin pada masa itu.
Proses keprihatinan seperti yang diberikan oleh Wahidin itu, kata Bupati, dalam konteks sekarang, harus menjadi keprihatinan kita semua. Kalau di Jakarta 105 tahun lalu terjadi proses keprihatinan untuk pematangan kebangkitan nasional, hari ini kita melakukan ikhtiar keprihatinan yang sama kepada Kabupaten Sragen tercinta. Problemnya hampir sama. Dulu rakyat Indonesia mengalami penderitaan luar biasa akibat penjajahan, kini ada 350 ribu jiwa miskin dan 62 ribu rumah tidak layak huni di Kabupaten Sragen.
Rasa keprihatinan akan menumbuhkan api kebangsaan. Sebaliknya, jika proses keprihatinan itu tidak ada, maka tidak mungkin akan tumbuh jiwa kebangsaan. Kewajiban kita semua, para pemuda, pelajar, pramuka, para pejabat, tokoh masyarakat, menumbuhkan api keprihatinan terhadap penderitaan rakyat itu.
Kalau dulu yang memulai dokter Wahidin, dokter Soetomo, Soerjadi Soerjaningrat, Ki Hadjar Dewantoro, Cipto Manungkusumo, dan lain-lain, maka hari ini kita yang ganti menyalakan api itu. Kalau dulu semangat mereka greget membangun Indonesia, hari ini kita bermain di tingkat lokal, Greget Mbangun Sukowati (Gerbang Sukowati) untuk tanah air Kabupaten Sragen.
Kini, di Sragen telah berdiri Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK). Agus menjelaskan, Kantor UPTPK ini dinyatakan oleh Menteri Sosial, sebagai satu-satunya kantor di Republik Indonesia yang khusus memberikan pelayanan terpadu dan prima bagi kaum miskin. Menteri Sosial pernah sampaikan, apa yang sudah dilakukan di Sragen ini agar terus ditumbuhkan dan dinyalakan apinya. Problem kemiskinan, kepapaan, ketidakberdayaan adalah menjadi problem bagi bangsa kita. Tugas para kaum terpelajar, para pegawai, pejabat, yang sudah diberi tempat mulia itu, menyelamatkan hidup mereka.
Menurut Agus, peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-105 tanggal 20 Mei, di tengah kesibukan menyambut Hari Jadi Kabupaten Sragen ke-267 tanggal 27 Mei 2013 menemukan momen kesempatan yang tepat.
Kalau saat ini kita membangkitkan jiwa kebangsaan melalui Harkitnas, maka Hari Jadi Sragen ke-267 yang jatuh tanggal 27 Mei, diharapkan menjadi hari ketika kita semakin memahami Greget Mbangun Sukowati. Seperti yang terus digelorakan Agus, bahwa Sragen itu milik kita semua, berikan yang terbaik kepadanya. (Suparto / Radio Buana Asri FM Sragen )